Belajar dari SD Muhammadiyah Gantong



Setelah sebelumnya membasahi diri dengan Tubing River di Batu Mentas, aku kembali melanjutkan perjalanan ke wilayah Gantong. Motor matic dan helm retro tanpa kaca yang aku gunakan adalah motor rentalan yang ku pinjam di kota Tanjung Pandan sehari sebelum perjalanan ini. Kepayahan melanda ketika angin dan debu menyatu dalam satu jalan tertiup deras hingga sedikit mengganggu penglihatanku.

Gantung, orang dulu menyebutnya Gantong merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Belitung Timur atau lebih dikenal Kampong Laskar Pelangi, berbeda simpang dengan kecamatan Manggar yang terkenal dengan kopinya.

"Ke Manggar lewat sini pacak dak bang?"
"Bise, tapi jaoh, nak mutar agik, ngeliling. Kalok nak ke Gantong dulu, lewat sini jak, dari sane pacak langsung ke manggar", Tukang nasi uduk yang sibuk menyiapkan dagangannya menjelaskan arah ke manggar dengan singkat.

Jalan menuju ke kecamatan Gantong cukup jauh. Panas tak henti mendera setiap jengkal aspal yang terlihat kehitaman. Nun jauh terhampar jalan lurus panjang dan terkadang muncul fatamorgana di kejauhan yang tampak seperti kolam renang tapi menipu. Jalanan begitu sepi, hanya kutemukan beberapa kenderaan yang lewat dan anak-anak yang pulang sekolah menggunakan sepeda motor. Tak kutemukan lintang, sosok jenius yang biasa pergi dan pulang sekolah mengayuh sepedanya sejauh kurang lebih delapan puluh kilometer. Kalaupun bertemu, aku rela putar arah dan kuantar dia pulang sampai kerumah.

Sekilas angin bertiup menggoyangkan ilalang yang tumbuh jarang-jarang di atas pasir lembut. Siang itu matahari tampil sempurna menebarkan panas menyengat. Rumput-rumput terlihat menguning kekeringan, memang panas siang itu terasa berlebih.

Wajah-wajah Laskar Pelangi Sumber : www.suararakyatindonesia.org/
Masih Ingatkah dengan novel Laskar Pelangi yang mendunia. Ikal dan kawan-kawannya dulu pernah mengenyam bangku pendidikan di sini, sekolah dasar yang dibangun oleh organisasi yang didirikan KH. Ahmad Dahlan. SD Muhammadiyah Gantong, mungkin lebih dikenal begitu, dinding kayu yang semakin rapuh dimakan usia tak mampu melenyapkan sejarah keberhasilan Ibu Muslimah dalam mendidik ikal dan kawan-kawan.

Jika dikatakan sebagai infrastruktur pendidikan, bangunan ini jauh dari kata layak untuk sebuah sekolah. Lantai yang tak karuan, dinding kayu yang melapuk bisa saja tiba-tiba tumbang diterpa angin. Namun apa boleh dikata, ini lah yang tersedia untuk beberapa anak melayu pedalaman Belitong.

Sumber : jpnn.com
Semangat seperjuangan Laskar Pelangi, fasilitas seadanya, mimpi yang tak pernah mati, membuat Lintang, Ikal dan Mahar mampu memenangkan lomba cerdas cermat dan mengangkat nama sekolah yang ditopang dengan dua buah kayu besar itu. Bangga pasti terasa menjadi seorang guru di SD Muhammadiyah Gantong pada masa itu. Semoga semangat Laskar Pelangi terus tertanam di dalam diri. Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu. Salam, Laskar Pelangi

6 komentar:

  1. duuuh, kangen laskar pelangi deh jadinya..

    BalasHapus
  2. bolehlah kapan-kapan berlibur kemari :D
    kira2 ada tempat singgah gak y kakak :O

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo ini jauh dari rumah singgah kak, tapi boleh la mampir kalo jalan-jalan ke belitung.hehehe :D

      Hapus
  3. Saya penasaran, kesan dan keharuan seperti apa yang akan terasa jika saya benar-benar berada di dalamnya, meniru polah Lintang, Mahar, Ikal dan kawan-kawannya :)

    BalasHapus

 
//